Prasasti

Mayong menyadari bahwa dirinya telah kehilangan ingatan masa lalunya ketika terbangun di sebuah bis di Palembang. Tak ada identitas diri yang dapat ditemukannya saat itu selain sebuah kalung yang berbandul dengan tulisan Mayong.

Sejak saat itu dirinya menyebut namanya sendiri Mayong.

Di Palembang, Mayong berkenalan dengan seorang gadis bernama Anna Setyani Mutia. Mereka saling mencintai namun tak bisa bersama karena Anna sudah dijodohkan oleh orang tuanya. Banyak kenangan yang mereka alami bersama selama di Palembang, antara lain tentang Sungai Musi, Pempek dan Lemang, sebelum akhirnya Anna kembali ke Surabaya.

Mayong sering berhalusinasi melihat api yang berkobar sangat besar dan dibalik api yang berkobar itu dia melihat gunung meletus dan orang-orang yang lari ketakutan berusaha menyelamatkan diri.

Dari hasil konsultasi dengan seorang psikolog, Mayong mendapatkan keterangan bahwa dia mengalami Amnesia Psikogen.

Api yang berkobar sangat besar itu sebenarnya adalah sebuah lukisan.

Mayong kemudian pergi ke Surabaya, menyamar menjadi seorang sopir dan menjadi tukang kebun serta melamar pekerjaan di rumah Anna. Dengan kumis dan jambang yang lebat, membuat Mayong tak dikenali oleh Anna.

Mayong pun berkenalan dengan adik Anna yang bernama Puri Retno Mutia yang kemudian jatuh cinta pada Mayong. Mayong akhirnya membuka jati dirinya di depan Puri. Mayong juga bertemu seseorang yang bernama Pandu yang mengenalnya dan mengatakan kalau nama aslinya adalah Wreda Adiwardana. Pandu pun mempertemukan Mayong dengan kedua orang tuanya. Tapi ingatan Mayong belum juga kembali. Pandu bercerita bahwa Mayong adalah nama temannya yang hilang saat mendaki gunung Rinjani. Mereka pun punya beberapa teman lain yang bernama Bagus dan Sujiwo. Mereka pun hilang saat mendaki gunung Raung. Kepergian Mayong temannya jelas tidak ada hubungannya dengan amnesia itu, namun kepergian Bagus dan Sujiwo ada hubungannya.

Puri dan Pandu berusaha membantu Wreda menemukan masa lalunya. Hingga akhirnya mereka bertemu gadis misterius bernama Herlina Setyawati.