Brama Kumbara

Brama Kumbara adalah seorang pendekar yang menguasai berbagai ilmu kesaktian dan merupakan keturunan dari raja kerajaan Madangkara. Ayahnya yang bernama Darmasalira seorang raja Madangkara yang terkudeta, terusir dari kerajaannya dan menetap di sebuah perkampungan yang bernama kampung Jamparing.

Ayah kandung Brama tewas terbunuh oleh perampok yang menyerang kampung mereka, Jamparing. Ibu Brama bernama Gayatri. Setelah menjanda, Gayatri diperistri oleh Tumenggung Ardalepa, seorang bangsawan dan pejabat dari Kuntala. Dari perkawinan ini, lahirlah Mantili, adik Brama satu ibu berlainan ayah.

Brama berhasil menjadi raja Madangkara setelah dia berhasil memimpin pergerakan pemberontakan Madangkara melawan pasukan perang Kuntala. Dengan persekutuannya bersama beberapa kerajaan kecil lain yang juga menjadi jajahan Kuntala, terbentuklah pasukan perang Dewangga yang akhirnya mampu menghancurkan Kuntala.

Guru

Diceritakan masa kecil Brama pernah diselamatkan dan dididik langsung oleh Kakek Astagina.

Kakek Astagina, adalah guru dan sekaligus kakek Brama tentunya pernah pula menjadi raja Madangkara. Dari kakek Astagina inilah Brama memperoleh banyak ilmu kesaktian tingkat tinggi seperti : Ajian Bayu Bajra, Tapak Saketi, Ti-Khi-I-Beng, Malih Rupa dan ilmu pamungkas yang bernama Serat Jiwa.

Guru Brama hanya seorang saja yaitu sang Kakek Astagina. Tidak ada guru lain diluar itu.

Dari semua ilmu kesaktian yang dimiliki oleh kakek Astagina, hanya satu ilmu yang tidak mau diwarisi oleh Brama, yaitu aji Kentut Semar, karena bagi Brama namanya saja sudah sangat memalukan.

Setelah menjadi raja, Brama telah mampu menciptakan ilmu baru yang kesaktiannya di atas Serat Jiwa, ilmu itu dinamai Lampah Lumpuh.

Pusaka

Brama memiliki Pedang Biru yang merupakan warisan Kakek Astagina kepada Panglima Bernawa. Pedang Biru ini memiliki kembaran yaitu Pedang Merah. Pedang biru adalah pedang biasa yang diberikan kekuatan sakti oleh Kakek Astagina.

Manakala Pedang Biru dan Pedang Merah disatukan, keduanya akan patah dan mengeluarkan gulungan kertas berisi silsilah raja-raja Madangkara. Dari gulungan inilah kelak Brama mengetahui identitas dirinya sebagai salah satu keturunan raja Madangkara yang sah.

Perjuangan Memerdekakan Madangkara.

Brama memimpin pasukan bersama dengan Gotawa dan orang-orang yang satu tujuan dengan mereka. Perjuangan memerdekaan Madangkara ini didukung penuh oleh Tumenggung Ardalepa dan Gayatri, ayah angkat dan ibu kandung Brama.

Meskipun Ardalepa adalah seorang pejabat Kuntala, dia sebenarnya membenci penjajahan dan pendzaliman terhadap rakyat kecil. Oleh sebab itulah, Ardalepa justru dekat dengan rakyat Madangkara.

Brama adalah seorang tokoh yang dikesankan dalam cerita ini sebagai lambang pahlawan yang menjunjung tinggi sifat-sifat ksatria. Ia seorang pendekar yang pilih tanding, sampai-sampai bahkan dalam pertarungan tersengit sekalipun, Brama tidak pernah menggunakan senjata apapun.

Seperti juga Ardalepa, sosok Brama sangat dekat dengan rakyat Madangkara, semua orang mengasihinya. Hubungan baiknya secara pribadi sebagai seorang pendekar dengan para tokoh rimba persilatan membuat Brama laksana sosok yang ditakuti oleh kawan maupun lawan. Begitu pula hubungan diplomatik kerajaan yang ia bangun terhadap kerajaan tetangga sangat baik. Madangkara tidak pernah terlibat konflik dengan kerajaan manapun disekitarnya seperti : Pajajaran, Tanjung Singguruh, Niskala, Sumedang Larang, Ajong Kidul, Selimbar, Majapahit dan sebagainya.

Bahkan senopati Ranggaweni dari kerajaan Pajajaran merupakan salah satu sahabat dekatnya.

Sosok Brama Kumbara sebagai seorang pejuang kemerdekaan Madangkara dibagian awal cerita sandiwara radio ini akhirnya harus berhadapan dengan kesaktian milik Tumenggung Gardika dari Kuntala.

Brama kalah dalam pertarungan itu. Gardika ternyata menguasai ajian Serat Jiwa sampai pada tingkat kesepuluh, tingkat terakhir dari ilmu tersebut. Ketika ia bertarung melawan Gardika, Brama belum memiliki ajian Serat Jiwa. Ajian andalannya masih Ajian Gelang-Gelang.

Dalam kondisi yang terluka parah, Brama diselamatkan oleh Rajawali Raksasa sahabatnya. Kemudian ia digodok dalam Kolam Lumpur Bergolak yang terdapat di Goa Pantai Selatan. Dari peristiwa kekalahannya itu, Brama mempelajari ajian Serat Jiwa yang kemudian ia miliki hingga sampai di tingkat 10, tingkatan tertinggi ilmu ini.

Gardika yang juga menguasai Ajian Serat Jiwa sampai tingkat 10 akhirnya kembali bertempur melawan Brama, tetapi dalam duel maut berikutnya itu Gardika-lah yang tewas.... tubuhnya hancur menjadi tepung. Meski Ajian Serat Jiwa yang mereka gunakan ada dalam tingkatan yang sama, Brama lebih unggul berkat kebersihan niatnya dalam menggunakan ilmu tersebut.

Ajian Serat Jiwa

Ajian Serat Jiwa diceritakan ada 10 tingkatan. Berikut ini orang-orang yang menguasai Serat Jiwa beserta tingkatannya :

Tingkat 2

Miranti Si Kelabang Hitam yang menjadi musuh Mantili, menguasai ilmu serat jiwa hanya sampai tingkat 2

Tingkat 4

Jasiun salah seorang yang ikut memperebutkan Pedang Setan setelah dicuri Dewa Maut dan direbut oleh Ki Naga hanya sampai tingkat 4.

Tingkat 6

Mantili sendiri hanya sampai tingkat 6

Tingkat 8

Harnum dan Pramitha (kedua istri Brama Kumbara) maupun Patih Kandara (yang kelak menjabat menggantikan Patih Gotawa dijaman pemerintahan Prabu Wanapati) hanya sampai tingkat 8.

Tingkat 9

Soma Wikarta salah satu murid utama Mantili dari padepokan gunung Wangsit hanya sampai tingkat 9.

Tingkat 10

Hanya Brama, Jaka Lumayung kakak seperguruan Brama, Gardika, dan tentu saja Kakek Astagina sendiri yang menguasai sampai tingkat 10.

Intisari Serat Jiwa

Nenek Lawu, guru Lasmini yang sempat menjadi musuh Brama dan Mantili, hanya menguasai intisari Ajian Serat Jiwa saja namun ia tidak menguasai ilmu Serat Jiwa itu sendiri.

Triwikrama

Ketika Brama menjadi raja Madangkara, makam kakek Astagina yang ada di goa pantai selatan, diperintahkan untuk dipugar menjadi pesanggrahan. Dalam proses pembuatan pesanggrahan ini yang diketuai oleh Tumenggung Ajisanta, sempat diganggu oleh Gerombolan Setan Merah yang merupakan orang-orang Kuntala yang dendam dengan Madangkara. Pada peristiwa itu, Brama sampai pada puncak kemurkaannya sehingga berubah menjadi raksasa Buto Agni.

Amarah Brama yang meledak-ledak atas hancurnya goa pantai selatan ini akhirnya bisa dipadamkan oleh Mantili, adik kandung Brama lain ibu, setelah ia menangis di kaki Buto Agni.

Setelah peristiwa ini, pengerjaan pesanggrahan kramat di goa Pantai Selatan itu diteruskan dibawah pengawasan langsung Patih Gotawa dan Panglima Ringkin, panglima perang Madangkara. Sementara Brama Kumbara sendiri mengejar pelaku perusakan.

Kijara dan Lugina

Kisah perselisihan Brama bersama tokoh-tokoh Madangkara dengan orang-orang Kuntala yang dendam atas kekalahan kerajaannya itu terus berlanjut sampai kemudian mengantarkan pertemuan Brama pada Kijara dan Lugina. Keduanya murid-murid utama Panembahan Pasupati dari Gunung Saba.

Panembahan Pasupati adalah keturunan adipati Natasuma yang menguasai ilmu Waringin Sungsang, sebuah ilmu kedigjayaan yang mampu mengalahkan ajian Serat Jiwa tingkat 10.

Dari pertemuan ini Brama untuk kedua kalinya setelah ia melawan Gardika diawal kemerdekaan Madangkara, kembali menemui kekalahan.

Tapi tidak butuh waktu lama bagi Brama untuk mendapatkan cara untuk mengalahkan aji Waringin Sungsang. Ia bahkan berhasil menemukan titik lemah ilmu itu melalui perpaduan antara ajian Serat Jiwa tingkat pertama dan ajian serat jiwa tingkat ke-10. Teknik itu dinamainya ilmu Srigunting. Ilmu ini nantinya diajarkan Brama pula kepada Mantili untuk menghadapi Lugina dan Lasmini.

Namun Brama tidak puas bila hanya bisa menemukan titik lemah aji Waringin Sungsang saja tanpa membuat orang yang menggunakannya dijalan yang salah bisa bertobat. Akhirnya, Brama menciptakan ilmu baru bernama Lampah Lumpuh. Melalui ilmu inilah nantinya Brama berhasil mengalahkan orang-orang dari Gunung Saba seperti Kijara dan Lugina.

Setelah kekalahan telaknya dari Brama, Kijara dan Lugina akhirnya berbalik menjadi orang-orang yang paling melindungi Brama dari semua ancaman. Terakhir keduanya diceritakan tewas terbunuh oleh Bhiksu Kampala yang datang dari Tibet untuk menjajal ilmu Brama.

Setelah mewariskan singgasananya pada Wanapati, Brama kemudian mengundurkan diri ke goa pantai selatan sampai wafatnya

Sinetron Brama Kumbara (2013)

  • Pedang Biru bukan pedang pusaka yang terlalu hebat seperti digambarkan dalam sinetron Brama Kumbara 2013.
  • Tidak seperti dalam cerita aslinya, dalam sinetron ini Brama diceritakan terlibat perselisihan dengan Ardalepa.
  • Brama juga didalam cerita aslinya tidak pernah menjadi panglima perang dari kerajaan Kuntala.
  • Brama punya guru seorang wanita bernama Sekar Tanjung
  • Kisah pertemuan Brama dan burung rajawalinya memiliki kemiripan dengan versi sinetron versi 2013, hanya saja sosok Kakek Astagina diubah menjadi Sekar Tanjung.