Kincir Metu

Ketika saya mendengarkan Babad Tanah Leluhur, tidak terbayangkan oleh saya bahwa Kincir Metu akan divisualisasikan seperti dalam filmnya. Sebagai penggemar bela diri terutama pencak silat, benar-benar diluar penalaran saya bahwa dengan gerakan-gerakan seperti senam biasa saja akan dapat menghasilkan sinar-sinar, angin dan kilat yang mematikan. Tubuh manusia mengeluarkan sinar seperti kunang-kunang saja sudah susah dibayangkan, apalagi sinar itu mematikan.

Kalaupun ternyata kemampuan itu berkaitan dengan mahluk halus ( baca : Jin ), masih tetap tak terbayangkan kalau visualisasinya sampai seperti di film itu. Paling jauh yang pernah saya tau orang kesurupan Jin, yaa memang tenaganya seperti berlipat ganda. Tapi belum pernah ada yang sampai keluar sinar, petir, atau angin seperti di film-film itu.

Bagi saya, saat mendengar atau membaca "pukulannya secepat kilat menimbulkan bunyi menderu dan kesiur angin yang tajam" tidak lebih hanyalah bahasa ungkapan yang dibumbui saja. Mana ada manusia pukulannya sampai keluar petir segala?

Kecepatan gerak refleks manusia memang bisa dikatakan secepat kilat. Kilat yang bergerak dalam satuan cahaya.

Tapi terlepas dari itu semua, ketika saya mendengarkan Kincir Metu yang terbayangkan adalah seni bela diri silat yang gerakannya banyak berupa putaran seperti kincir. Entah itu serangan sikut maupun pukulan kepalan, sapuan kaki, tendangan, tamparan, apapun itu ... pokoknya gerakannya didominasi dengan putaran badan.

Kalau kita lihat film IP Man dengan Wing Chun nya yang mengandalkan penguasaan poros tengah tubuh sehingga serangan-serangan maupun tangkisan memanfaatkan jarak terdekat antara kita dengan lawan, maka Kincir Metu menggunakan momentum putaran dan ayunan tubuh untuk menghasilkan kekuatan pukulan yang lebih mantap. Jadi gerakannya sedikit yang seperti pegas, lebih banyak berupa putaran dan ayunan.

Begitulah setidaknya apa yang ada dalam benak saya tentang Kincir Metu karya Mamang Kuraya si Dewa Maling.

Mamang Kuraya

Seorang pendekar tua yang gemar bergurau. Perkenalan pertamanya dengan Purbaya berlangsung di Bukit Batu Larang, bagian dari padepokan Goa Larang yang cukup sepi, sehingga kerap digunakan Purbaya untuk berlatih silat diluar pelatihannya bersama Ki Luminta.

Mamang Kuraya telah berusia lebih dari 100 tahun, entah berapa tepatnya, dia sendiri lupa lalu bagaimana kita para pemirsa? Perawakannya tinggi jangkung, agak bungkuk, tapi tampak segar dan gagah. Walaupun dia tampaknya malu kalau dipuji seperti itu oleh Purbaya, tampak jelas dia toh senang juga dipuji awet muda seperti itu.

Walaupun ilmunya Kincir Metu jelas bukan kaleng-kaleng, tapi Mamang Kuraya tetap jerih dan hormat pada resi Sanatadharma yang merupakan kakek Anting Wulan. Rasa jerihnya tersebut bisa jadi dikarenakan dia telah mencuri Pil Sakti milik Sanatadharma yang dikenal pula dengan nama Eyang Kaliman, juga mencuri kitab sakti Semadi Dewa Gila

Tampaknya Semadi Dewa Gila dapat mengatasi Kincir Metu, sehingga Mamang Kuraya berinisiatif mencuri kitab tersebut.

Ilmu Semadi Dewa Gila diajarkan pada Purbaya dan Cempaka, yang mana kemudian keduanya mendapati bahwa kombinasi dari Semadi Dewa Gila dan Kelelawar Sakti akan menghasilkan serangan dan pertahanan ganda yang sangat luar biasa. Sampai sini, para pemirsa akan merasa bahwa Kincir Metu menjadi sebuah ilmu yang biasa-biasa saja.