Kisah Cinta dalam Saur Sepuh

Kisah cinta Brama Kumbara

UTARI, adalah seorang gadis pendekar yang bersama dengan Brama sewaktu mereka memberantas kelompok Kelelawar Siluman di desa Halimun. Utari adalah puteri dari Panglima Bernawa, salah satu panglima perang kerajaan Madangkara sebelum dijajah oleh Kuntala. Mereka pun bersama-sama berjuang dalam pergerakan memerdekakan Madangkara dari Kuntala. Sayang, kemudian Utari tewas dalam salah satu pertempuran. Tidak ada hubungan asmara antara Brama dan Utari. Utari adalah wanita pertama yang dikenal Brama selain ibunya. Diceritakan cukup lama sejak kematian Utari, Brama barulah menemukan cintanya pada diri Doria.

DORIA, adalah gadis cantik berjiwa petualang. Dari Doria inilah Brama menerima sepasang Gelang Marmer Putih yang selalu melekat di tangan Brama dan menjadi salah satu senjata pusaka Madangkara. Dengan kedua gelang marmer ini pula nantinya Brama menciptakan ilmu yang bernama Ajian Gelang-Gelang.

Setelah kematian Doria, Brama bertemu dengan seorang janda bangsawan dari Sadeng bernama Pramitha.

PRAMITHA seorang janda yang mempunyai seorang anak laki-laki kecil bernama Bentar. Ia pernah diselamatkan oleh Brama dalam sebuah peristiwa dan selanjutnya selallu ikut dengan Brama dalam pengembaraannya bersama Harnum sebagai pendekar.

Selain Bentar, Pramitha juga punya anak perempuan yang usianya lebih tua dari Bentar. Ia bernama Garnis. Dalam peristiwa penyerbuan Majapahit yang dipimpin oleh patih Gajah Mada ke kerajaan Sadeng itu, Garnis terpisah dari ibunya.

Kelak, setelah Brama diceritakan undur diri dari jabatannya selaku raja dan mangkat, Garnis datang ke Madangkara bersama tunangannya yang bernama Arya Widura guna menjumpai Pramitha dan Bentar.

Kisah berlanjut dengan jatuh hatinya Brama pada Pramitha sebagaimana juga Harnum mencintai Brama. Karena persahabatan yang erat antara Harnum dan Pramitha dan karena mengetahui bahwa sahabatnya juga mencintai orang yang dicintainya, maka ketika Pramitha dilamar oleh Brama, Pramithalah yang mensyaratkan untuk juga menikahi Harnum.

Jadilah Brama beristeri dua, dan keduanya diangkat menjadi Permaisuri sampai Brama diceritakan wafat. Brama tidak pernah punya selir.

Kisah cinta Mantili - Gotawa - Samba - Widati

MANTILI pada mulanya menjadi kekasih Raden Samba, seorang bangsawan dari kerajaan Sanggam. Mereka berdua bersama hendak merintis pengembangan Padepokan Gunung Wangsit yang diwarisi Mantili dari panembahan Desthar Bhirawa.

Mereka memang saling mencintai, tapi juga sering bertengkar karena dua-duanya sama-sama muda dan keras kepala.

RADEN SAMBA RADITYA memiliki ilmu aneh yang bernama Rongrong, dengan ilmu itu dia bisa menembus tanah.

Pada suatu ketika, Raden Samba dan Mantili berkenalan dengan seorang janda muda dan kaya bernama Widati, yang dulu merupakan isteri Juragan Anom. Sebuah perjumpaan biasa, bermula dari menolong roda pedati yang terperosok, sampai kemudian mengadakan perjalanan bersama.

WIDATI digambarkan sebagai seorang perempuan yang muda dan cantik, layaknya janda kembang.

Ketika Mantili dan Samba bersama dua punakawannya Merid dan Bongkeng yang di ikuti oleh Widati mengejar Miranti si Kelabang Hitam ke sebuah pulau terpencil, perahu yang mereka tumpangi telah dilubangi oleh penjualnya yang ternyata ulah dari anak buah Miranti.

Di tengah gelombang tinggi dan angin kencang, perahu Mantili terbalik dan para penumpangnya berenang menyelamatkan diri. Mantili terdampar di pantai sendirian, sedangkan di lain tempat, Merid harus menarik Bongkeng yang pingsan ke tempat kering.

Sementara itu, Raden Samba dan Widati terseret ombak hingga terdampar di sebuah gua di pinggir pantai. Entah siapa mulai menggoda atau memang saling menggoda dan juga saling tergoda, dalam keadaan terdampar itu, terjadilah 'perselingkuhan' antara Raden Samba dan Widati.

Ketika mengetahui hal itu, tentu saja Mantili murka... untunglah Brama berhasil meredam suasana sehingga tidak terjadi pertumpahan darah. Akhirnya, Raden Samba pun menikah dengan Widati. Mereka kemudian tinggal di Kadipaten Gunalaga.

Setelah berjalan sekian lama, hubungan antara Raden Samba dan Mantili serta Brama sendiri tetap bersahabat baik.

GOTAWA adalah orang yang sering hadir ketika Mantili dalam situasi 'galau' itu. Dia adalah seorang pejuang Madangkara yang sebenarnya juga sudah lama bersama Brama dalam perjuangan menegakkan kembali Madangkara.

Kebersamaan itu pun lama-lama menumbuhkan cinta, bukan cinta yang romantis memang... tapi perjumpaan pribadi yang cocok: Gotawa sangat mengagumi Mantili yang cantik dan perkasa itu, tetapi juga sangat menghormatinya, dan sebagai orang yang memang lebih tua ia mau mengalah dan bisa 'ngemong' watak Mantili yang keras dan meledak-ledak.

Mantili merasa menemukan sosok orang yang tenang dan dewasa, mampu mengimbangi sifat-sifatnya, dan sungguh memenuhi kriteria sebagai pria yang baik seperti sosok kakaknya, Brama Kumbara.

Brama yang memergoki kekariban mereka dan tahu betul bahwa hanya orang seperti Gotawa yang dapat mengimbangi sifat-sifat Mantili adiknya, tentu saja mendukung dan mendorong pula perjodohan mereka.

Akhirnya mereka pun menikah, dari perkawinannya lahirlah Pangeran Paksi Jaladara atau Raden Paksi Jaladara.

Kisah persahabatan antara Mantili sebagai istri dari patih Gotawa dengan Raden Samba, mantan kekasih lamanya akan berlanjut ketika Raden Samba atas izin dari istrinya, Widati, membantu Mantili menemukan kembali Pedang Setannya yang hilang dicuri setelah penyerbuan Wirya Kumandra yang mengakibatkan Gotawa terluka dan Dewa Maut yang berhasil mencuri pedang itu.

Diantara keduanya tidak pernah terlibat perselingkuhan apapun, hubungan mereka setelah keduanya berkeluarga adalah murni persahabatan. Raden Samba juga dalam pencarian pedang setan ini pernah menyelamatkan Mantili yang hampir tewas dihajar oleh Lugina dengan ajian Waringin Sungsang.

Adapun sosok Patih Gotawa, beliau sebenarnya jika dilihat dari sejarah awal Saur Sepuh, berusia lebih tua dari Brama. Ia mantan senopati Madangkara sebelum diserang oleh Kuntala. Gotawa merupakan adik seperguruan dari panglima Bernawa. Ketika Madangkara jatuh ditangan Kuntala, Gotawa menyamar menjadi seorang pengusaha sambil terus menghimpun kekuatan diantara pemuda-pemuda Madangkara guna mengobarkan pembrontakan terhadap Kuntala.

Brama sendiri memanggil Gotawa awalnya dengan sebutan paman. Usia Gotawa setidaknya sebaya dengan Tumenggung Ardalepa, ayah kandung Mantili.

Gotawa menguasai ilmu Tatar Bayu yang membuatnya bisa berlari sangat cepat seiring angin.

Gotawa adalah sosok orang yang sangat setia, dan kesetiaannya itu akan terbukti dengan pengabdiannya yang tulus sebagai patih pada Brama Kumbara