ALUR CERITA TUTUR TINULAR

Bagian 2

Dengan mengambil latar belakang cerita berdasarkan lini masa runtuhnya kerajaan Singasari dan berdirinya kerajaan Majapahit, alur cerita pada SR TT menjadi sangat runtut dan mudah dipahami. Cerita berkisar antara tentang waktu 1286 sampai 1309.

Namun demikian saya sempat membaca beberapa komentar di grup ini maupun grup lain yang serupa mengenai silang pendapat pada alur bagian sejarah yang digunakan sebagai latar belakang cerita. Bahkan ada yang ekstrim mengatakan "pak Tidjab salah dalam menuturkan urutan peristiwa sejarahnya dan diperbaiki oleh Imam Tantowi melalui sinetron TT 97".

Bagi saya pengambilan lini masa sejarah sehingga sebuah karya sastra menjadi karya dengan genre fiksi sejarah tidak ada yang salah selama tidak menjungkirkan fakta sejarah secara dramatis. Karena kebenaran tulisan sejarah itu sendiri selalu relatif. Setidaknya bergantung pada siapa yang menulis, kapan ditulis dan atas pesanan siapa sejarah itu ditulis.

Alm.pak Tidjab menulis SR TT dengan menggunakan sandaran kisah sejarah dalam Negarakertagama karya Mpu Prapanca yang ditafsirkan oleh Prof. Slamet Muljana. Sedangkan Imam Tantowi dalam membesut skenario sinetron TT 97 menggunakan sandaran kitab Pararaton yang tidak diketahui pasti siapa penulisnya.

Konon mpu Prapanca menulis Negarakertagama di masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk atas perintah istana Majapahit saat itu. Sedangkan Pararaton konon ditulis di Bali oleh seorang Brahmana yang tidak diketahui namanya di masa Mataram Islam setelah keruntuhan Majapahit. Sebagian ahli bahkan berpendapat bahwa Pararaton ditulis atas pesanan dari pemerintah kolonial Belanda.

Dengan demikian, tidak dapat dikatakan bahwa alur latar belakang sejarah yang digunakan oleh pak Tidjab dalam versi SR itu salah dan yang benar adalah alur sejarah dalam sinetron TT 97. Karena kitab sejarah yang digunakan sebagai sandaran berbeda, dan kebenaran dari kitab sejarah itu sendiri adalah relatif.

Alasan berikutnya mengapa alur latar belakang sejarah dalam SR TT tidak dapat dikatakan salah adalah karya ini merupakan FIKSI SEJARAH dan BUKAN catatan sejarah yang ditulis berdasarkan fakta dan bukti sejarah.

Fiksi sejarah adalah fiksi yang mengambil unsur sejarah baik nama tokohnya yang dipinjam dan dibumbui ataupun peristiwanya yang dipinjam dan dibumbui.

Jadi, fiksi sejarah tentu saja BOLEH BERBEDA dengan catatan dalam buku atau kitab sejarah, toh antarkitab sejarah sendiri yang ditulis berdasarkan bukti-bukti sejarah pasti juga ada perbedaannya.

Tahun-tahun dalam kitab Pararaton sebagiannya berbeda dengan yang ada dalam Negarakertagama. Yang ada dalam Negarakertagama sebagiannya berbeda lagi dengan yang ada dalam Kidung Sorandaka ataupun Kidung Ranggalawe dan nanti akan berbeda lagi dengan Babad Tanah Jawi, dan seterusnya. Dan bukan hanya tahunnya, isi alur cerita sejarahnya pun bisa jadi berbeda untuk satu nama peristiwa yang sama. Dan ketika isi kitab dicocokkan dengan bukti prasasti pun sangat mungkin berbeda angka tahun, penyebutan nama tokoh dan peristiwanya.

Maka melihat fiksi sejarah tetap sebagai fiksi selagi tidak terlalu jauh menjungkirkan unsur cerita sejarah yang diambil adalah hal yang terbaik agar kita lebih bisa menikmati sebuah karya bergenre fiksi sejarah dengan nyaman.

Dengan melihat perkiraan waktu pada chart di bawah ini, berapa lama Kamandanu dan Sakawuni saling kenal sebelum akhirnya menikah? Melihat lamanya waktu mereka saling mengenal dan perjuangan yang dilalui bersama mungkinkah mereka menikah hanya atas dasar perjodohan dari sang Prabu?