Memahami Unsur Intrinsik Fiksi Sandiwara Radio Tutur Tinular (1)

Masih tentang setting sosial budaya Syiwa-Budha yang digunakan dalam SR TT. Saya teringat pertanyaan salah satu teman FB yang saya kenal lewat grup ini tentang alasan mpu Hanggareksa tidak setuju jika Arya Kamandanu mengawini Mei Xin sewaktu awal kedatangan Mei Xin di rumahnya. Saya pikir lucu juga pertanyaannya, masak iya sih orang tua harus langsung setuju waktu anaknya mengajukan izin untuk menikah? Ya pastinya ada pertimbangan yang akan diberikan oleh orang tua. Tapi berikutnya saya pikir menarik juga pertanyaan itu dan pastinya juga ada jawabannya yang sudah diuraikan di SR.

Jawaban pertanyaan tersebut tentu saja terkait dengan latar belakang sosial budaya Syiwa-Budha yang digunakan dalam cerita yang sebenarnya telah diceritakan dengan jelas di seri 101.

Diceritakan bahwa mpu Hanggareksa sebagai sesepuh dan pendiri desa Kurawan merasa sangat malu karena Arya Dwipangga, anak pertamanya, mengawini Nari Ratih setelah terlebih dahulu menghamili gadis kembang desa Manguntur itu. Perkawinan seperti itu masuk dalam perkawinan gandarowa dalam ajaran Syiwa-Budha.

Sebagaimana diketahui dalam ajaran Hindu aliran Syiwa ada 8 bentuk perkawinan, dimana perkawinan yang paling terhormat adalah perkawinan Brahma dan perkawinan gandarowa termasuk perkawinan yang kurang terhormat meskipun sah.

Dengan memperhatikan sosok Mei Xin sebagai wanita asing yang tidak diketahui asal usul keluarganya, maka perkawinan Arya Kamandanu dengan Mei Xin tidak mungkin termasuk bentuk perkawinan Brahma. Secara kasta, Arya Kamandanu adalah anak seorang pengusaha senjata yang sukses sehingga termasuk kasta waisya sedangkan Mei Xin adalah golongan Lekra yang tanpa kasta. Jika Arya Kamandanu tetap mengawini Mei Xin maka ia turun derajat menjadi golongan Lekra.

Mpu Hanggareksa memberikan banyak nasehat tentang aturan perkawainan yang harus dianut, namun Arya Kamandanu menentangnya dan tetap ingin mengawini Mei Xin. Namun demikian, setelah Mei Xin ketahuan menjalin hubungan dengan Arya Dwipangga hingga hamil, Arya Kamandanu berbalik tidak mau lagi mengawininya.

Lalu mengapa saat Arya Kamandanu sudah tidak ingin lagi mengawini Mei Xin justru mpu Hanggareksa berubah pendirian dari menentang niat Arya Kamandanu mengawini Mei Xin menjadi memaksanya untuk tetap mengawininya ?

Diceritakan di seri 113 - 114 di mana mpu Hanggareksa merasa kasihan kepada Nari Ratih dan tidak ingin rumah tangga Arya Dwipangga berantakan. Jika terjadi perkawinan gandarowa untuk kedua kalinya oleh Arya Dwipangga, itu sangat memalukan bagi mpu Hanggareksa.

Mpu Hanggareksa juga berpikir jika Arya Kamandanu tetap harus bertanggungjawab atas tindakannya membawa Mei Xin ke rumahnya di Kurawan yang akhirnya menimbulkan banyak masalah di keluarganya.

Dengan tetap mengawini Mei Xin, mpu Hanggareksa berpikir bahwa Arya Kamandanu telah berbuat baik kepada orang tuanya dari rasa malu yang lebih besar di masyarakat, menyelamatkan Mei Xin dan anak yang di kandungnya meskipun dengan mengabaikan kenyataan bahwa Arya Dwipangga sebenarnya mau bertanggung jawab atas perbuatannya kepada Mei Xin dan tidak ada larangan bagi Arya Dwipangga untuk memiliki dua istri.

Dari penggalan ini kita dapat mengetahui bahwa perkawinan Arya Kamandanu dengan Mei Xin tidak dapat membawa kebahagiaan bagi keduanya karena sejak awal diletakkan di atas dudukan yang salah, yaitu mengabaikan Arya Dwipangga yang berkewajiban mengawini Mei Xin, mengabaikan rasa harga diri Arya Kamandanu sebagai laki-laki yang memelihara kehormatan dan sekadar untuk menutupi aib keluarga di mata masyarakat.